Hikmah Laduni Al-Kautsar, Tentang Nur Muhammad dan Makrifat Kun Fayakun
Muqaddimah Hikmah
Segala yang ada adalah karena Allah menghendaki. Sebelum makhluk, sebelum ruang, sebelum waktu, Allah telah ada dengan Keagungan-Nya yang Mutlak.
Dalam ilmu Laduni Al-Kautsar, para guru menuturkan bahwa sebelum alam dilahirkan, Allah menciptakan sebuah cahaya yang lembut, luhur, dan penuh rahmat. Cahaya itu disebut Nūr Muhammad, yang menjadi nuktah awal penciptaan dan rahasia kehidupan seluruh wujud.
Ia bukan Tuhan, bukan sekutu, bukan unsur yang berdiri sendiri, tetapi makhluk pertama sebagai tanda rahmat Allah atas seluruh alam.
Maka dikatakan oleh para arif:
> “Tidak sampai seorang hamba kepada Allah tanpa melalui hakikat Muhammad.”
Karena syariatnya, akhlaknya, dan jalannya adalah wadah bagi seluruh rahmat Ilahi.
1. Asal Nuktah Cahaya dan Rahasia “Awal”
Allah berfirman:
> هُوَ الْأَوَّلُ
“Dialah Yang Awal.”
(QS. Al-Hadid: 3)
Ayat ini menjadi dasar: hanya Allah yang benar-benar Awal.
Namun dalam hikmah Laduni Al-Kautsar, cahaya pertama yang Allah ciptakan dipahami sebagai pintu awal manifestasi rahmat, bukan awal keberadaan Allah. Cahaya inilah yang kemudian disebut:
> Sirru Khayatil Wujud
Rahasia kehidupan seluruh wujud.
Segala ruh makhluk membawa satu tetes dari pancaran cahaya ini. Maka hidupnya ruh, lembutnya ilham, kuatnya cinta, semuanya berasal dari nuktah cahaya tersebut.
2. Letak Nur Muhammad dalam “KUN”
Allah berfirman:
> كُن فَيَكُونُ
“Jadilah! Maka jadilah.”
(QS. Al-Baqarah: 117)
Dalam syariat, ayat ini menunjukkan kekuasaan mutlak Allah.
Namun dalam Laduni Al-Kautsar, para guru mengisyaratkan bahwa di antara huruf NUN dan KAF terdapat rahasia cahaya yang menjadi jalur ketentuan Allah “turun” ke alam makhluk.
Rahasia itu disebut:
> Nūr Muhammad — Cahaya yang menyertai kehendak Allah, bukan tandingan kehendak Allah.
Ketika Allah berkata KUN, cahaya ini menjadi jalur penyampaian qudrat, sehingga segala yang dikehendaki Allah tampak pada alam.
3. Hikmah Karamah dan Kesatuan Kehendak
Karamah para wali bukan sekadar keajaiban, tetapi buah dari kehendak yang larut dalam kehendak Allah. Laduni Al-Kautsar menegaskan:
> “Jika kehendak hamba sirna dalam kehendak-Nya, maka kata-kata menjadi perintah, dan perintah menjadi kenyataan.”
Laduni Al-Kautsar mengajarkan bahwa karamah hanyalah hembusan Kun Fayakun, yang melewati hati yang jernih dan kehendak yang selaras dengan Rabb.
Sebagaimana tongkat Musa yang berubah menjadi ular, semuanya tunduk pada firman:
> “Bi idznillah.”
Dengan izin Allah.
4. Makrifat Laduni: Ketika Asin Menjadi Manis, dan Mustahil Menjadi Mungkin
Orang yang memahami ilmu Laduni tidak lagi memandang alam dengan mata biasa, tetapi dengan mata sirr. Ia melihat bahwa:
Yang pahit bisa menjadi manis,
Yang asin bisa menjadi tawar,
Yang hilang bisa hadir,
Yang kering bisa menjadi subur,
Bahkan yang mati bisa diberi hidup—bi idznillah.
Karena baginya berlaku kalimat hikmah:
> “Billāhi kāna mā kāna, wa billāhi yakūnu mā yakūnu.”
Bersama Allah, terjadilah segala yang terjadi. Bersama Allah, terjadilah apa yang akan terjadi.
Jika kalimat ini menembus dada, maka akal berhenti pada batas, tapi ruh melangkah menuju lapisan cahaya yang lebih tinggi.
5. Syarat Utama: Syariat sebagai Pondasi, Guru sebagai Penuntun
Dalam Laduni Al-Kautsar diajarkan:
> “Tidak ada hakikat tanpa syariat. Tidak ada makrifat tanpa mursyid.”
Ilmu Laduni bukan untuk orang yang sekadar ingin tahu, ingin sakti, atau ingin karamah.
Ia adalah jalan fana’, jalan penyerahan, tempat hawa nafsu dipatahkan dan hati dibersihkan.
Maka syaratnya:
1. Syariat yang lurus — ibadah, halal-haram, akhlak.
2. Tarekat yang benar — dzikir dan mujahadah membersihkan jiwa.
3. Hakikat — melihat rahasia di balik amal.
4. Makrifat — mengenal Allah dengan cahaya yang Allah bukakan sendiri.
Dan semuanya harus dibimbing oleh guru yang benar, bukan guru yang mengambil keuntungan atau memanipulasi murid.
Tanpa guru, seseorang bisa mengira ia melihat cahaya, padahal ia melihat bayangan dirinya sendiri.
6. Puncak Hikmah: Menyalakan Nur Muhammad dalam Jiwa
Puncak Laduni Al-Kautsar adalah ketika tetes cahaya itu terang dalam jiwa seorang salik. Saat itu, ia:
berjalan dengan kelembutan,
berkata dengan hikmah,
memandang dengan kasih,
beramal tanpa pamrih,
dan setiap napasnya memantulkan dzikir.
Dan semakin terang cahaya itu, semakin ia menyadari:
> “Aku tidak memiliki apa-apa. Semua dari Allah, kembali kepada Allah.”
Inilah hakikat dari kun fayakun dalam diri seorang hamba: bukan ia yang berkehendak, tetapi Allah yang berkarya melalui dirinya.
Penutup Hikmah
Nur Muhammad adalah rahmat pertama yang Allah tampakkan dalam alam makhluk.
Kun Fayakun adalah jalan turunnya ketentuan Allah.
Makrifat adalah penyerahan total kepada-Nya.
Dan Laduni Al-Kautsar adalah jalan membersihkan jiwa agar cahaya itu dapat dirasakan secara batin, bukan sekadar dipahami oleh akal.
Semoga Allah menyalakan cahaya itu dalam dada kita, dan membimbing kita dengan jalan yang lurus.